Uma Lengge Bima, Destinasi Wisata Budaya di Suku Mbojo

Cagar budaya menjadi warisan dari nenek moyang kita yang masih di lestarikan sampai saat ini dan menjadi salah satu bukti keberadaan mereka bahwa benar adanya. Salah satunya yang ada di Kabupaten Bima adalah Uma Lengge Bima.

Uma Lengge Bima kini menjadi tempat budaya yang juga dijadikan sebagai objek wisata. Uma Lengge Bima ini merupakan bangunan tradisional Suku Mbojo yang ada di Bima dan sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu.

Rumah tradisional Suku Mbojo ini pada masanya dijadikan sebagai rumah tempat tinggal masyarakat dan sebagian lagi dijadikan sebagai lumbung padi untuk menyimpan stok makanan pokok mereka.

Suku Mbojo yang berada di Pulau Sumbawa bagian Timur ini mendapatkan pengaruh dari budaya masyarakat Bugis-Makassar dari Sulawesi dan juga budaya Jawa di masa Majapahit pada abad ke-14 Masehi sehinnga menghasilkan kekayaan budaya yang dimiliki.


Arti dari Uma Lengge

Uma Lengge sendiri diambil dari bahasa asli Bima yaitu Uma berarti “Rumah” dan Lengge memiliki arti “alas” yang diletakkan di atas kepala saat orang hendak menjunjung barang, dan fisolosikan seperti menopang bangunan utama dengan bentuk “tinggi dan mengerucut”. Sehingga Uma Lengge Bima ini diartikan sebagai rumah dengan bangunan atapnya yang tinggi dan mengerucut.

Keunikan Uma Lengge Bima

Arsitektur Bangunan yang Unik

Uma Lengge Bima ini memiliki arsitektur bangunan yang cukup unik. Bagunan tradisional ini berdiri dengan bentuk atap yang runcing atau mengerucut. Rumah ini memiliki penopang atapnya yang runcing berasal dari bahan kayu dengan ukuran 40×40 cm sebanyak empat buah.

Bangunan ini hanya terdiri dari kayu dan bambu serta ilalang pada bagian atap dan dindingnya. Untuk membeli bangunan terdiri dari empat tiang yang berada di atas sebuah batu tumpuan.

Tiang atau dalam bahasa Bima yaitu Ri'i Uma memiliki bentuk huruf A. Setiap Ri'i diberi Wole atau semacam pasak untuk mengunci tiangnya. Ukuran pondasi biasanya bervariasi, tergantung besar tiang penyangga bangunan, pada pemasangan pondasi, langsung di atas permukaan tanah.

Bangunan rumah tradisional ini merupakan rumah panggung yang cukup sulit untuk dinaikkan keatas kecuali menggunakan tangga.

Satu hal yang menarik lagi dari bangunan ini adalah hewan seperti tikus yang tidak dapat naik dan memasuki rumah karena terhalang oleh batu nyanyian yang katanya telah dilakukan oleh para sando (Dukun).

Arsitektur bangunan rumah tradisional ini sepertinya telah dirancang agar menjadi bangunan yang tahan terhadap gempa, angin kencang dan juga banjir.

Tradisi Menghapus Hasil Panen

Masyarakat desa setempat memiliki tradisi tersendiri terhadap bangunan Uma Lengge ini. Biasanya masyarakat mengadakan sebuah tradisi yang dinamakan dengan Ampa Fare.

Ampa Fare ini merupakan sebuah tradisi untuk melakukan syukuran setelah musim panen usai. Tradisi Ampa Fare ini telah dilakukan sejak abad kedelapan hingga sekarang.

Upacara tradisi Ampa Fare ini dilakukan dengan menaikkan bersama-sama hasil panen ke dalam Uma Lengge.

Tradisi Ampa Fare ini juga dijadikan juga sebagai tradisi penyelamat masyarakat setempat dari bencara kelaparan. Hal tersebut dikarenakan sawah-sawah yang ada disekitar desa memiliki tipe sebagai sawah tadah hujan, sehingga para petani setempat hanya dapat panen sekali dalam setahun.